Monday, April 10, 2006
Ketulusan Rabiah Basri
“ Ya Allah…jika aku menyembahmu karena takut api neraka, bakarlah aku didalamnya. Jika aku menyembahmu karena mengharap Indahnya surga, jangan masukkan aku kedalamnya. Tapi jika aku menyembahmu karena cintaku kepadaMu, maka tunjukkanlah aku pada segenap cinta dan keindahan abadimu”.
“ Ya Allah…bintang-bintang telah bersinar, mata setiap insan telah tertidur, raja-raja telah menutup pintunya, setiap pasangan bercengkerama dengan kekasihnya, dan disini aku sendiri bersamaMu, kekasihku, cinta abadiku “.
“ Aku telah menjadikan engkau sebagai sahabat hatiku, meski tubuhku hadir untuk siapapun yang mencari sahabat, dan tubuhku bersahabat dengan setiap tamu-tamunya, namun kekasih dalam hatiku adalah tamu dalam jiwaku ”.
“ Harapanku adalah persatuan denganmu, sebab Engkau adalah tujuan dalam setiap hasratku “.
“ Aku telah menyerah dari keberadaanku, dan pergi dari setiap keakuanku. Aku akan bersatu denganMu, ya Allah, bersama dengan segenap cinta abadiMu “.
“ Aku mencintaimu dengan dua cinta; cinta karena diriku, dan cinta karena dirimu. Cinta karena diriku adalah keadaanku yang senantiasa mengingatMu “.

--------
Sahabat…adakah yang mampu memberikan refleksi ketulusan sedemikian hebat ? Adakah yang bisa memberikan keutuhan pribadi pada yang benar-benar dikasihi ? Adakah yang secara ikhlas memberikan makna penyerahan diri pada yang satu ?
Jika ada, beruntunglah dia…sebab dia bisa mengerti makna kedamaian yang benar-benar bisa diresapi. Sebab dia mampu memberi segar pada jiwa-jiwa disaat luka dan pedih-perih.

-------
Rabiah Al-Adawiyah terlahir di kota basra, Iraq pada tahun 714 Masehi. Dia lahir dari keluarga sangat miskin, yang kemudian dijual sebagai budak dengan harga murah. Namun ketaatan dan kebersihan hati menyelamatkannya pada kemerdekaan.
Kemudian rabi’ah menyisakan hidupnya di kesendirian sebagai sufi-mistis, pelopor model tasawwuf mahabbah, yaitu penyerahan diri total kepada “kekasih” ( Allah swt ).
Seluruh hidupnya Ia abdikan pada Allah. Berdo’a dan berzikir adalah hiasan hidupnya. Ia bahkan tidak memperdulikan urusan duniawi, termasuk membangun rumah tangga. Meski banyak pinangan, termasuk dari seorang suci mistis, gubernur basrah, Hasan Basri, Rabiah tetap tak tertarik. Hal ini ia jalani hingga akhir hidupnya, tahun 801 dalam usia 88 tahun.
Sebelum wafat, Rabiah mempersilahkan para utusan Tuhan lewat. Dan ketika teman-teman Rabiah keluar, mereka mendengar Rabiah mengucapkan Syahadat, lantas terdengar suara Menjawab “ Sukma, tenanglah, kembalilah kepada Tuhanmu, legakan hatimu pada-Nya. Ini akan memberikan kepuasan kepada-Nya “.
 
posted by nasindo at 6:58 PM | Permalink |


1 Comments: