Friday, September 08, 2006
N a k




Kukecup kening ibumu saat dia melahirkanmu. Kubelai rambutnya pula saat kau menangis dalam pelukannya. Dan jerit pertamamu itu, sungguh bahagia aku mendengarnya.
Nak…
Kau terlahir dari jiwa mulia ibumu. Kau tumbuh dalam rengkuhan lembut wanita yang kucintai. Maka jika kau berkembang begitu manis, aku bersyukur sebab kau dianugerahkan kepada kami.
Aku tak marah jika satu ketika kau bersikap nakal, sebab aku tahu kenakalanmu adalah bagian hidup seorang bocah. Aku tak jengkel jika kau lupa waktu saat bermain, sebab aku tahu itu adalah bagian dari keceriaanmu.
Maka kemarilah, nak…peganglah tanganku. Kugendong kau mengitari halaman rumah, lantas berlarilah sesukamu. Ambillah bola itu, dan tendanglah tepat ke dadaku. Ayunan kaki yang kau perlihatkan adalah pemandanganku yang sungguh indah. Sakitnya dada dari bola yang kau tendangkan adalah kebahagianku yang tak terperi. Maka tertawalah sepenuh keceriaanmu. Sebab tertawamu adalah kedamaianku.
Lihatlah kesana, nak…ibumu juga tersenyum. Sungguh lembut matanya melihat kita. Sungguh indah pula senyuman yang ia berikan. Sebab sebenarnya ia begitu memujimu, seperti aku yang membanggakanmu pula. Maka mengertilah, bahwa kami sangat menyayangimu.
Kemarilah juga, nak…duduklah denganku.
Aku ingin bercerita tentang kisah-kisah para nabi, atau kesatria yang berperang melawan kezaliman. Tentang Adam dan dosa pertama, tentang Yusuf dan kemolekan wajah di jiwa mulia, tentang Sulaiman dan suara alam semesta, atau kisah rasulullah junjungan ummat seluruh zaman.
Khalid bin Walid yang tajam pedangnya terhunus atas nama Allah. Sultan Salahuddin dengan keberanian yang menggiriskan kebesaran Alexander the great. Arjuna yang panahnya runcing melesat dalam kebaikan dan tulusnya cinta. Pandawa yang menghancurkan keangkara-murkaan barisan kurawa.
Atau cerita indah Romeo dan Juliet. Lirik-lirik puisi Laila dan Majnun. Epic romanza Paris dan Helen dari Troya. Dan ketulusan yang tersimpan di kedamaian, atau remuk redam dalam peperangan sejati, kelak kau akan mengerti sendiri.
Aku tak ingin kau menjadi seperti mereka, atau memiliki apa yang dimiliki mereka. Sebab kau bukanlah mereka.
Aku hanya ingin kau jadi dirimu sendiri, yang mencontoh kebaikan dan kemuliaan mereka. Berjalan di kebajikan. Berfikir dikelurusan. Berjiwa satria di keteguhan hati.
Aku bercerita, karena kau anakku. Harapan yang selalu kuimpikan bersama ibumu. Maka berkembanglah,…seperti apa yang ada dalam mimpi kami.
Aku tak mengharap begitu banyak, atau bermimpi kau jadi orang besar. Hanya kelak jika kau beranjak dewasa, aku ingin kau jadi orang yang baik dan berbudi.
Bersihlah, nak…bahagiakan ibumu.

Seperti lumba-lumba yang segar menari di air bersih, atau awan disela langit yang menyimpan matahari, aku ingin melihatmu tumbuh dengan nilai-nilai keindahan hati.

Mengertilah, nak…bahwa aku, juga ibumu, sungguh sangat menyayangimu.



~~~~~
Episode suatu masa...
 
posted by nasindo at 1:17 AM | Permalink |


2 Comments:


  • At 8:09 PM, Blogger vy

    Ass...
    i dont know how to express my feeling after read it! Rasanya langsung pengen peluk ummi dirumah!

     
  • At 5:21 AM, Blogger Sisca

    Mengertilah mas..bahwa anak itu pasti akan mengambil pekerti luhur dari ayahbundanya :)