Wednesday, August 16, 2006
Maka Kadalpun Hamil ( Part 2 )
Photobucket - Video and Image Hosting


Celoteh Ibu-ibu PKK



Negeri satwa telah lama dikenal sebagai negeri yang makmur dan sentosa, gemah ripah loh jinawi. Rakyatnya ramah tamah dan rajin bekerja. Tapi negeri itu tetap miskin juga. Entah kenapa. Tapi mereka cuek saja, yang penting bisa makan, tidur dan kawin, semuanya beres. Meski berita-berita di TV dan Koran-Koran sedang sibuk membicarakan gerakan teloris ( pengacau yang membunuh orang dengan melemparkan telornya ) atau berita perang dan intimidasi kata-kata dari para politikus ( tikus nggragas ), warga satwa tenang-tenang saja. Mereka justru senang melihat acara yang ringan-ringan saja, seperti dagelan pak mulat ( sir mulat ) atau dengerin lagu-lagu samproh dari grup musik seperti Petek Pan, Singa On Seven, trio kwek-kwek AB three ( Anak Bebek 3 ekor ), atau lagu dangdut dari Onta Sutra dan Bang Haji Rusa Irama. Yang tua masih senang dengan nostalgia penyanyi lama seperti Beruk Pesulima, Kuda Laila, Ayam Rumantir atau KusKus bersaudara.
Sementara itu dikalangan ibu-ibu PKK ( Perkumpulan Kewan Kutangan ) juga masih sibuk dengan diskusi ( baca ngerumpi ) dan omong-omongan. Biasalah, ibu-ibu kalo lagi ngumpul, rasanya gatal kalo nggak ngerumpi. Semakin lama semakin rame. Bahkan kalo sudah panas-panasan, mereka bisa lempar-lemparan sandal, bahkan gelas dan piring pada pecah buat antem-anteman.
“ Eh ibu-ibu…ini nih, saya ada buku baru. Judulnya : Eksistensi manusia, antara dongeng dan realita. Bagus loh bu..” kata Bu rung.
“ Oh…isinya gimana, bu ..?” tanya Bu lus.
“ Isinya ya, penelitian tentang dunia manusia. Diceritakan, bahwa manusia itu sebenarnya ada kok, bukan sekedar cerita dongeng. Dulu sekali, pada zaman pra-sejarah, manusia itu benar-benar eksis didunia ini. Mereka sebenarnya adalah mahluk yang pandai, bisa berfikir dan berakal sehat. Dikisahkan bahwa manusia itu mahluk yang sempurna, lebih Barbudaya daripada bangsa kita. Namun karena kecerdasan itu pula, mereka bisa berpikir begini dan begitu, dan akhirnya punah “ Bu rung sedikit menjelaskan.
“ Loh, kok bisa punah ? Gimana ceritanya ? “ tanya Bu lus.
“ Begini, bu…kecerdasan yang mereka miliki benar-benar dipergunakan untuk pengembangan-pengembangan budaya dan tehnologi. Awalnya sih, tehnologi yang mereka miliki bersifat sederhana. Namun karena otak mereka terus berputar, lama kelamaan tehnologi itu berkembang sangat pesat, sampai tiba pada suatu masa yang dinamakan zaman modern dengan kota-kota yang metropolis. Nah, pada masa serba gemerlap itu, manusia yang semula bersifat social, saling membantu dan hidup berdampingan, berubah dengan sikap yang egosentris, mementingkan diri sendiri. Apa yang dipikirkan satu orang, dianggap lebih benar daripada pemikiran orang lain. Kebenaran kemudian bersifat subjective, dan timbul perbedaan-perbedaan, yang akhirnya memunculkan perpecahan diantara mereka. Perlu diketahui juga, bahwa manusia itu penuh dengan nafsu dan ambisi. Dan sifat-sifat itulah yang kemudian menciptakan manusia untuk hidup berkelompok, berkumpul dengan teman-teman satu ide, satu ideologi, satu kepercayaan, satu negara demi satu tujuan dan kepentingan. Keberadaan satu faksi berusaha dipertahankan, meski dengan menghancurkan faksi lainnya. Akhirnya yah…terjadilah perang. Adu kecanggihan tehnologi dan saling unjuk kecanggihan senjata. Berlomba menciptakan senjata nuklir, atau sekedar roket-roket enhancer lintas Negara. Yang merasa kurang canggih tehnologinya melakukan serangan bawah tanah dengan melakukan teror yang menghancurkan manusia tak bersalah sekalipun. Perang lantas tak terelakkan. Kota-kota yang dibangun itu kemudian hancur. Manusia yang berbudaya menjadi nampak tak beradab. Saling melenyapkan, merekapun mati satu-satu. Dari situlah species manusia akhirnya punah “ kata Bu rung menjabarkan.
“ Terus, wujud manusia itu aslinya seperti apa sih bu ? “ tanya Bu lus.
“ Ya seperti cerita-cerita dongeng itu lho bu, atau seperti yang dilukis pak Leonardo kelinci “ jelas Bu rung.
“ Ah bohong. Semua itu cerita bohong “ kata Bu aya tiba-tiba nyeletuk. “ Yang namanya manusia itu cuma ada dalam dunia dongeng !“
“ Ini berdasarkan penelitian kok, bu “ bela Bu rung.
“ Penelitian apa…nggak ada bukti nyata gitu “ balas Bu aya.
“ Tapi penulisnya ini telah melakukan ekspedisi ke banyak tempat, termasuk ke lokasi yg sangat terpencil peninggalan jaman pra-sejarah di sekitar lautan pasifik. Tempat itu dahulu kala pernah disebut dengan nama Indonesia. Negara ini dikenal sebagai negara miskin, banyak utang, dan kehidupannya terkesan semrawut. Keberadaannya nggak diperhitungkan dalam dunia internasional. Pokoknya nggak canggih deh. Namun negara ini kemudian tenggelam karena lempengan kerak bumi disekitar pantainya sangat ringkih, apalagi sering diterpa ombak besar dari lautan samudra, dan gempa sering juga terjadi karena negara ini dikelilingi gunung-gunung yang masih aktif. Menurut legenda mistis, bencana seperti itu terjadi karena manusianya telah banyak melakukan dosa. Seperti pemimpin yang suka ngadalin rakyatnya, koruptor yang merajalela, aksi tipu-tipu, ditambah lagi rakyatnya yang suka asal demo, dll, dll. Pokoknya sebel deh kalo baca bagian bab yang ini. Makanya saya tutup aja, terus saya buka lembaran selanjutnya ” Bu rung menjabarkan lagi.
“ Walah buuu…cerita gituan mah sudah sering saya dengar. Nggak usah diceritain deh, malah bikin gemes. Lha wong cuman dongeng aja kok dipercaya “ kata Bu aya.
“ Ya kalo nggak percaya, nih baca sendiri ! “ balas Bu rung, agak kesal.
“ Siapa penulisnya ? “ tanya Bu aya.
“ Emprit Sukaputar ! “ jawab Bu rung.
“ Walaahh….Emprit ! Itu hewan suka ngibul ! “ kata Bu aya.
“ Loh…dia tuh eksplorer dan sejarawan ternama. Baca deh ! “ kata Bu rung.
“ Ogah ! “ kata Bu aya.
“ Kalo malas membaca, ya jangan sinis gitu dong ! Ini kan sekedar info “ lanjut Bu rung.
“ Info ya info. Tapi kalo tentang manusia mah…cuman dongeeeenng. Mereka itu nggak pernah ada. Jangan dipercaya deh…” sambung Bu aya.
“ Ah dasar,…kamu memang nggak ilmiah bu ! “ kata Bu rung.
“ Eh….saya dikacangin ? “ Bu aya mulai meninggi.
“ Lah emang begitu kok. Iya nggak bu ? “ kata Bu rung, menoleh pada Bu lus, Bu nglon, Bu deng dan Ibu-ibu lainnya.
Mereka bengong saja. Dilihat suasana sudah agak memanas, ibu-ibu PKK mulai siap-siap memegang peralatan masing-masing, seperti sandal, sepatu, bakiak, gelas, piring dan benda-benda disekelilingnya. Mereka sudah berfirasat, perang kali ini pasti serem.
“ Tapi kok kamu berani bilang saya nggak ilmiah, bu ! Itu pelecehan buat saya. Mau bikin ribut ya ! “ kata Bu aya dengan nada tinggi dan mata merah menyala.
“ Bukan begitu. Tapi coba kalo kamu juga menghargai pandangan saya, kan enak dengerinnya , bu “ bela Bu rung.
“ Eeeh…hewan wanita yang satu ini mulai mentang-mentang ya. Ayo kalo berani ! “ kata Bu aya sambil mengayun-ayunkan konde ditangannya, siap dilempar.
“ Sapa takut ! “ balas Bu rung sambil memutar-mutar sabuk yang barusan dilepas dari pinggangnya.
Seketika itu pula, ibu-ibu PKK berdiri semua, pasang kuda-kuda sambil memegang senjata masing-masing. Gaya mereka telah siap dengan segala kemungkinan. Siap melompat, siap melempar, siap mencakar, siap terluka, siap benjol, dan siap bengkak.
Suasana sunyi sejenak. Mata mereka lirik kiri lirik kanan. Dengus nafas terdengar disetiap sudut ruangan.
Lantas…ziing…glodhak !. Bu aya melempar konde. Tidak kena, sebab Bu rung bisa mengelak.
Kemudian …prang…brak…tuing…twaw…plak…klontang…ngik !…kaing !…meeow !…mbeek !
Demikianlah kalo huru-hara sudah dimulai. Ruangan itu berantakan dan ribut sekali. Ibu-ibu PKK selalu begitu kalo lagi panas-panasan. Nggak ada kawan, nggak ada lawan. Siapa yang terlihat didepan mata, dihantam saja dengan sandal, bakiak, sepatu, gelas, piring dan apa saja yang ada disekelilingnya.
Riuh rendah bunyi suara. Jerit pekik mereka terdengar heroik, bercampur suara benda yang dilempar-lempar. Perkelahian itu cukup seru, meski terlihat lucu. Maklumlah, perkelahian ibu-ibu.
Sampai beberapa lama, korbanpun jatuh satu-satu.
Dipojok dekat jendela, Bu lus melepas kutangnya yang berwarna putih, lalu mengibas-ngibaskannya keatas, sambil teriak “ Sudah sudaaahhh….nyerah deh, nyerah…peace ! Perang selesai. Saya capek ! “
Ibu-ibu yang sedang bertinju itu menoleh sebentar. Wajah mereka juga tampak bengap dan lesu. Maklumlah, perkelahian hari itu sangat seru dan mengerikan sekali.
“ Saya juga capek “ sahut Bu deng yang hidungnya keliatan melengkung, kena jepretan tikus.
“ Gini aja deh, bu…coba kembali duduk…” ajak Bu lus.
“ Mari kita cerita-cerita yang actual aja deh, biar nggak ribut “ lanjutnya.
Mungkin karena sudah pada sakit dan capek, mereka menyambutnya dengan serentak “ Akooorrr…”
Ibu-ibu itu kemudian duduk, dan memperbaiki pakaian yang awut-awutan. Sambil memasang muka semanis mungkin, mereka mulai kusak kusuk lagi.
“ Eh, tau nggak…Pak macan itu pernah selingkuh dengan kucing lho “, terdengar suara dari pojok ruangan.
“ Tadi malam saya pacaran dengan semut “, ada suara lain dari meja sebelah.
“ Eh jangan bilang-bilang yah,…saya sekarang sedang bisnis ganja “, suara lagi dari seorang ibu.
“ Suami saya itu orangnya lemah. Dia langsung pingsan kalo liat saya telanjang “, bisik-bisik dari kursi sebelah depan.
“ Pak presiden itu punya tatto di pusernya “, ada lagi suara.
“ Pak RT sekarang mukanya jelek ya “, lagi-lagi ada suara.
“ Saya pernah mencuri BH “
Blah.. Blah.. Blah…
Demikianlah, kalo lagi kasak kusuk, bisik dan omong-omongan mereka nyasar kemana-mana.
Kemudian Bu lus bicara agak keras dari kursi tengah “ Eh…ibu-ibu tau nggak ? Saya punya berita menarik dan actual ! “ katanya.
“ Apa itu, bu ? “ tanya seorang ibu yang duduk dibawah meja.
“ Pernahkah ibu-ibu memperhatikan perilaku salah satu warga kita. Tampaknya dia banyak perubahan akhir-akhir ini “ kata Bu lus.
“ Siapa itu bu ? “ tanya Bu nglon.
“ Kadal ! “ jawabnya singkat.
“ Ada apa dengan kadal ? “ tanya Bu aya.
“ Perilaku dia sekarang lain deh. Agak nyentrik gitu. Suka dugem, mejeng, jalan-jalan malam, tiap hari sukanya keluyuran, merokok lagi. Padahal dulu kan dia pendiam, rajin bekerja dan nggak macem-macem “ lanjut Bu lus.
“ Iya ya…lusa itu saya liat dia jalan-jalan dengan kambing. Terus kemarin jalan sama sapi. Dan tadi malam saya pergoki dia main kejar-kejaran dengan gorila. Weleh…kayak film India “ kata Bu deng.
“ Hmmm…dandanannya juga aneh. Bajunya dibikin kiwir-kiwir. Celananya dibolongin. Cincinnya gede-gede. Hidung, ekor, kuping, dan mulutnya dipasangi anting-anting. Bicaranyapun pake elu dan gue. Ada apa ya ? “ kata Bu rung.
“ Eh,.. tapi saya ingat, beberapa bulan lalu kan dia pulang dari ibukota. Mungkin dia kena pengaruh budaya sana kali yah “ kata Bu lus.
“ Hmmm…bisa jadi ya. Tapi kok begitu fundamental ya perubahannya. Apakah budaya ibukota itu sangat kuat bisa mempengaruhi jiwa dan perilaku seseorang ya ? “ kata Bu rung seolah bertanya.
“ Bisa jadi iya, bisa juga enggak. Semua kan tergantung jiwa dan pribadi seseorang. Kalo iman seseorang itu kuat, saya yakin dia nggak terpengaruh. Kalo enggak, yah…susah deh “ kata Bu lus.
“ Iya, bisa jadi begitu. Dan akhir-akhir ini, saya juga sering melihat dia sering mengunjungi tempat praktek dokter hewan. Kayaknya…hampir setiap minggu deh. Apa dia sakit ya, gara-gara suka keluyuran gitu “ kata Bu rung.
“ Bisa jadi ia masuk angin. Tapi kalo cuma masuk angin, masak ke dokter tiap minggu sih…kayaknya bukan sekedar masuk angin deh “ kata Bu deng.
“ Ya, mungkin cuman sekedar cek kesehatan aja, biar tetep fit kali. Tapi nggak tau juga sih. Coba deh nanti saya selidiki, ada apa dibalik semuanya ini. Saya kan pengalaman dalam hal investigasi “ kata Bu lus, yang bekerja di badan intelijen PBB ( Perserikatan Bulus Belagu ).
“ Iya deh bu…coba selidiki ya, nanti kita tunggu isu-isu selanjutnya “ kata Bu rung menyetujui.
“ Okeh…tunggu aja nanti “ sambut Bu lus.
Pembicaraan terus berlanjut. Semakin panjang dan tambah melebar. Penulis bingung mengikuti pembicaraan mereka, sebab omongan mereka sepertinya tak berujung. Sampai tangan ini keriting karena menulis, atau mata merah karena mengantuk, mereka terus saja asik ngerumpi. Maklumlah, ibu-ibu.

-----

Sementara itu, dari balik Bongkahan batu, sang kadal keluar pelan-pelan. Lirik kiri - lirik kanan, ia berjalan dengan santai sambil jedal-jedul menghisap rokoknya. Nggak perduli orang lain ngomongin macem-macem, kadal sih enjoy aja.
“ Aah…sungguh indah hidup ini “ gumamnya.

* yah, hidup ini memang indah, dal… *



---To be continued---
 
posted by nasindo at 7:18 AM | Permalink |


3 Comments: