Friday, July 29, 2005
Yang tak terlupa
Ada terlintas, sepenggal jalan, tentang dia yang telah pergi.

----------
Pagi, dan aku masih merasa segar. Semangatku masih ada pada ruas-ruas kecil jalan penghubung ruang kelas. Ramai saat itu, sepeti biasa ketika ada murid baru. Mataku, juga mata-mata yang lain, telah sibuk dengan aksi. Biasa, ada barang baru. Lantas ada berita dari kawan, tentang jelita menawan hati. Tak kupercaya, sebelum mataku tertegun pada seraut wajah dibalik jendela, yang sungguh...meluluhlantakkan hati setiap lelaki.
Pagi, dan aku masih selalu segar. Diruang parkir belakang sekolah, tanpa sengaja ada yang membuatku diam. Wajah itu memandangku saat aku menatapnya. Sejenak tak ada gerak, sampai pada senyum yang bisa membuatku pingsan. Darahku mengalir kencang. Pipiku merah. akupun salah tingkah saat dia melangkah pada ruang yang dituju.
Pagi, dan aku semakin merasa segar. Dipojok jalan antar ruang kelas, aku enggan bergegas sebelum kulihat wajah itu datang. Udara semakin terlihat jernih. Waktu
terasa sungguh berarti. Dia datang memberi senyum, pada hati yang selalu ingin tersenyum.
---
Ada saat ketika semuanya berubah. Aku yang pemalas, menjadi giat pada aktivitas yang semula aku enggani. Sebabnya satu, dia ada disana. Lantas akupun sering berkunjung dengan alasan apa saja. Tentang belajar, aktivitas, ataupun hanya sebagai teman. Namun hati ini kemudian tak bisa menipu, bahwa aku sungguh menyukai dia. Ingin kuucap gejolak hati, tiada kata tercipta juga. Sampai beberapa lama, disaat aku harus beranikan diri.
Sore, matahari baru tenggelam. Segala kata telah tersusun. Keberanian telah aku siapkan. Diapun telah menunggu. Namun entah, cantiknya itu selalu patahkan keberanianku. Sampai kemudian, ketika duduk berdampingan, aku ambil buku yang sedang ia tulis. Kuambil pulpen diatas meja. Dan aku tuliskan tiga kata besar-besar, penuh pada satu halaman itu. I Love You. Lalu aku serahkan, dia tersenyum mengangguk sambil berbisik " Kenapa menunggu begitu lama ? ". Aku tak mampu berkata apa-apa. Aku hanya sanggup mengeluarkan air mata.
Waktu berjalan. Pagi berubah sebagai bunga indah tak berbatas. Malam menjelma sebagai mimpi warna-warna surgawi. Hari-hariku jernih. Waktu-waktuku bersih. Ruang jiwaku tak pernah kosong dari dia yang memberiku arti.
Telah setahun, dan semuanya indah...
Aku putuskan untuk pergi, demi masa depan, untuk dia juga. Pesanku adalah sebagaimana pesan dia, jangan kau nodai niat baik ini dengan hadirnya orang ketiga. Perpisahan ini adalah agar persatuan kita bisa lebih mempunyai makna. Dengan doa, semoga kita bisa saling mengerti.
Telah dua tahun, dan semua baik-baik saja.
Aku tak bisa berpaling. Cintaku semakin mendesak. Kerinduan padanya telah membutakanku dari wanita manapun. Hari-hariku memang kadang terasa kosong, namun hatiku selalu penuh dengan bayangnya. Mungkin yang paling membahagiakanku adalah ketika aku pulang, bersua dengannya, nikmati hari dimana udara terlihat teduh.
Telah tiga tahun,...
Masih dirantauan, sampai kemudian aku merasa gelisah. Berita itu membuatku resah, tentang dia yang cantik, dan orang-orang yang tak tahan kecantikannya. Sedemikian banyak godaan, nampaknya..., dan dia selalu bisa menepis. Namun kuatkah dia bila godaan itu semakin kencang, dan dia tak ada yang melindungi ? Maka kemudian banyak permasalahan yang tak aku ketahui. Tentang isu, tentang cerita yang tak tahu darimana arahnya. Dia tak berpaling dariku, namun angin yang membuat semuanya terbalik. Kebenaran menjadi tidak benar. Ketulusan menjadi ajang kesalahpahaman. Dan intrik-intrik yang terjadi dalam keluarga, antar teman dan orang-orang yang begitu nekat padanya, semakin membuat pikiranku beku. Aku masih muda, kadang tak mampu aku fahami semuanya. Aku hanya bisa kesal dan marah. Namun kemarahanku semakin membuat dia bingung, dan marah juga. Lantas kamipun putuskan sesuatu yang tak pernah terlintas, bahwa kita harus berpisah. Sungguh sedih. Dan cita-cita yang pernah terbayangkan, lantas hilang bersama angin. Entah dimana...
Seorang kawan kasih nasehat, sebaiknya aku relakan dia pergi. Namun aku bilang bahwa itu sangat sulit. Mungkin dia bukan yang pertama, tapi bagiku dia paling berarti.
-----
Lima tahun, aku tetap belum bisa lupa. Suaranya yang tenang masih ada dalam ruang-ruang telingaku. Wajahnya yang anggun, mata yang bening, dan tahi lalat diatas bibir indahnya sepertinya belum bisa aku lepas. Hari-hari yang teduh itu masih sering terlintas dalam indahnya mimpi-mimpi. Namun yang harus kufahami, bahwa dia telah pergi.
-----
Pada tahun,... disaat lama tak pernah jumpa.
Malam itu, bersama teman aku pergi ke pusat perbelanjaan. Saat aku parkirkan sepeda motor, tanpa sengaja ada yang membuatku diam. Wajah itu memandangku saat aku menatapnya. Sejenak tak bergerak. Namun aku tahan air mata saat aku sadar bahwa dia adalah cintaku yang telah pergi. Aku ingin merengkuhnya, namun tidak...sebab dia juga menangis.
Kami bicara sebentar. Aku tak ingin luka kembali melebar. Dia hanya pesan,' tolong telpon aku, sekali saja'. Lantas dia pergi, bersama air mata dihati kami.
-----
Pagi, aku coba telpon seperti pinta dia kemarin malam. Suara dia masih begitu lekat, memintaku untuk mengerti jika selama ini hubungan kita tidak berhenti. Sekian tahun setelah peristiwa itu, hatinya terluka. Perasaan yang sama masih tak lepas. Penantiannya penuh harap, bahwa aku akan kembali. Hari-hari pedih dan tatapan kosong ia bagi sendiri. Tempat-tempat yang biasa kita kunjungi adalah tempat untuk menyepi.Tulusnya hati belum juga bisa lepaskan keberadaanku yang telah pergi. Sementara kesepian tak berujung sungguh menyiksa. Langit-langit jiwa yang kosong semakin menambah luka. Kenangan dan segala teduhnya titiskan duka yang tak berkesudahan. Sedangkan waktu terus berjalan. Yang diharap tak kunjung datang juga. Airmata menetes seiring bertambahnya usia.

Kemudian diam sejenak. Sepertinya dia menangis.
" Sudahlah " kataku. " Aku juga masih merasakan perasaan yang sama "
Masih terdiam. Isaknya semakin terdengar jelas.
" Apakah kita masih bisa kembali ? " tanyaku lagi.
" Tidak ! " jawabnya.
" Aku telah dipertemukan dengan jodohku, meski bukan kehendakku " tambahnya, memperjelas.
Kemudian aku tidak mengerti percakapan selanjutnya, sebab hatiku sudah mulai jatuh. Dan ini sudah tidak berarti lagi.
Aku memutuskan untuk pergi, sejauh mungkin, untuk melupakan dia dan tempat-tempat yang sering kami kunjungi.
-----
Kini aku telah ada dibagian lain belahan bumi. Jauh sekali dari tempat kami pernah bertemu. Aku telah pernah lupakan dia, dan semua kenangannya. Namun nafasnya kadang masih terasa, tawanya masih terdengar, wajahnya masih tergambar setiap kali aku merasa sepi. Terkadang dia juga masih datang, menjengukku dalam mimpi.
Aku telah lupakan dia, tapi mungkin dia adalah yang tak terlupa.
Entah...
-----

note : Lagu dari kisah ini. tentang geram, sesal dan cinta yang tak bertepi.

Yang tak terlupa

Ketika kupandangi kau
merah dimatamu
mungkinkah sedihnya hatimu
dikekhilafanku ?
sesaat ingin kujelaskan
yang tak kau fahami
namun kau yang tiada mengerti
makna yang kuberi
maafkan bila saat itu
mungkin kau terluka
seperti luka dihatiku
yang kehilanganmu

oh...kisah yang kini tiada
membekas didada
bagaimana kan terlupa
sedang engkau s'lalu dijiwa ?

*kau yang s'lalu didalam hati
kau kurindu sekali
kau yang s'lalu didalam mimpi
kau cintaku sejati


( sesaat setelah dia pergi )


D S, semoga baik-baik saja.


@ Missouri, setelah sekian lama
 
posted by nasindo at 1:00 AM | Permalink |


1 Comments: