Monday, April 17, 2006
Di Hati Yang Bening
Kebaikan yang tulus tak ingin mendapat pujian, tapi manfaat dari setiap perbuatan baik. Kebenaran bukan sekedar kata-kata, sebab kemunafikan masih sering terselip.
-----
Image hosting by Photobucket
-----
Tetesan sejuk dijiwa sempurna
Mengalir segar dihati gulana
Tak ada pura-pura
Hanya bening satu suara
‘ ikhlasku…ikhlasmu juga ‘

* Sebuah cermin, jika keturunan Adam bisa bersikap :


Wahai pengemis dipinggir jalan, kemarilah pak. Jabat tangan saya. Cium pipi saya. Peluklah saya seperti bapak memeluk saudara sendiri. Jangan merasa risih karena pakaian bapak yang terlihat lusuh, sebab bapak tidak beda dengan saya.
*
Wahai ibu tua, kemarilah bu. Jangan sedih karena suami ibu telah tiada, anak-anak ibu telah pergi semua. Berbagilah dengan saya. Jangan mengeluh. Jangan pula menangis. Mungkin saya bisa membantu gelisah di hati ibu, agar ibu kembali bisa tertawa.
*
Wahai adikku yang yatim piatu, kemarilah, dik. Jangan larut dengan kesedihan karena ditinggal ayah dan ibu. Berjalanlah dengan saya. Jangan takut dengan gendongan saya. Sebab saya ingin berbagi dengan adik, agar adik bisa merasakan sedikit kehangatan, meski tidak sehangat belaian orang tua.
*
Wahai saudarakau yang kelaparan, kemarilah…Jangan merintih sendirian. Saya ingin membagi makanan saya. Meski sedikit yang saya miliki, tapi anda memerlukan juga.
*
Wahai saudaraku didalam penjara, kemarilah anda. Jangan merasa tersisih karena kesalahan dan dosa anda. Tersenyumlah kepada saya, sebab saya mengerti kita tidak sempurna. Kesalahan masa lalu karena himpitan, demi hidup dan keluarga. Dosa-dosa termaafkan jika kesalahan tak terulang.
*
Wahai anda yang membenci saya, kemarilah juga, sebab saya tidak membenci anda. Kebencian anda adalah kealpaan kita. Saya tetap menganggap anda sebagai sahabat, meski anda membenci saya.
*
Wahai langit yang menyimpan malam…ajaklah aku pada sepimu. Sebab sepi kadang sanggup memberi tenang. Sebab tenang lahirkan damai dan kebaikan-kebaikan.
-----

Dihati yang bening tersimpan kerinduan...tentang membaiki dan dibaiki.
 
posted by nasindo at 11:01 PM | Permalink | 2 comments
Monday, April 10, 2006
Ketulusan Rabiah Basri
“ Ya Allah…jika aku menyembahmu karena takut api neraka, bakarlah aku didalamnya. Jika aku menyembahmu karena mengharap Indahnya surga, jangan masukkan aku kedalamnya. Tapi jika aku menyembahmu karena cintaku kepadaMu, maka tunjukkanlah aku pada segenap cinta dan keindahan abadimu”.
“ Ya Allah…bintang-bintang telah bersinar, mata setiap insan telah tertidur, raja-raja telah menutup pintunya, setiap pasangan bercengkerama dengan kekasihnya, dan disini aku sendiri bersamaMu, kekasihku, cinta abadiku “.
“ Aku telah menjadikan engkau sebagai sahabat hatiku, meski tubuhku hadir untuk siapapun yang mencari sahabat, dan tubuhku bersahabat dengan setiap tamu-tamunya, namun kekasih dalam hatiku adalah tamu dalam jiwaku ”.
“ Harapanku adalah persatuan denganmu, sebab Engkau adalah tujuan dalam setiap hasratku “.
“ Aku telah menyerah dari keberadaanku, dan pergi dari setiap keakuanku. Aku akan bersatu denganMu, ya Allah, bersama dengan segenap cinta abadiMu “.
“ Aku mencintaimu dengan dua cinta; cinta karena diriku, dan cinta karena dirimu. Cinta karena diriku adalah keadaanku yang senantiasa mengingatMu “.

--------
Sahabat…adakah yang mampu memberikan refleksi ketulusan sedemikian hebat ? Adakah yang bisa memberikan keutuhan pribadi pada yang benar-benar dikasihi ? Adakah yang secara ikhlas memberikan makna penyerahan diri pada yang satu ?
Jika ada, beruntunglah dia…sebab dia bisa mengerti makna kedamaian yang benar-benar bisa diresapi. Sebab dia mampu memberi segar pada jiwa-jiwa disaat luka dan pedih-perih.

-------
Rabiah Al-Adawiyah terlahir di kota basra, Iraq pada tahun 714 Masehi. Dia lahir dari keluarga sangat miskin, yang kemudian dijual sebagai budak dengan harga murah. Namun ketaatan dan kebersihan hati menyelamatkannya pada kemerdekaan.
Kemudian rabi’ah menyisakan hidupnya di kesendirian sebagai sufi-mistis, pelopor model tasawwuf mahabbah, yaitu penyerahan diri total kepada “kekasih” ( Allah swt ).
Seluruh hidupnya Ia abdikan pada Allah. Berdo’a dan berzikir adalah hiasan hidupnya. Ia bahkan tidak memperdulikan urusan duniawi, termasuk membangun rumah tangga. Meski banyak pinangan, termasuk dari seorang suci mistis, gubernur basrah, Hasan Basri, Rabiah tetap tak tertarik. Hal ini ia jalani hingga akhir hidupnya, tahun 801 dalam usia 88 tahun.
Sebelum wafat, Rabiah mempersilahkan para utusan Tuhan lewat. Dan ketika teman-teman Rabiah keluar, mereka mendengar Rabiah mengucapkan Syahadat, lantas terdengar suara Menjawab “ Sukma, tenanglah, kembalilah kepada Tuhanmu, legakan hatimu pada-Nya. Ini akan memberikan kepuasan kepada-Nya “.
 
posted by nasindo at 6:58 PM | Permalink | 1 comments